oleh

Praktik Jual LKS di Sekolah, Penerbit dan Kepala Sekolah Hadapi Ancaman Hukum

Pemalang, Exposee.id — Praktik jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) di lingkungan sekolah terus menjadi sorotan, terutama di awal tahun ajaran baru. Pelanggaran ini tidak hanya membebani orang tua siswa, tetapi juga melanggar sejumlah regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

 

Menurut Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Sistem Perbukuan, penerbit dilarang menjual buku teks pendamping, termasuk LKS, secara langsung ke satuan pendidikan. Larangan ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 yang menegaskan bahwa kepala sekolah, guru, maupun tenaga pendidik lainnya tidak boleh terlibat dalam aktivitas jual beli buku pelajaran atau LKS di sekolah.

 

Sanksi Hukum untuk Pelanggar

Penerbit atau kepala sekolah yang melanggar aturan ini dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana. Sanksi administratif dapat berupa teguran, pencabutan izin usaha bagi penerbit, hingga pemberhentian kepala sekolah dari jabatannya. Sementara itu, ancaman pidana berlaku jika pelanggaran tersebut terbukti dilakukan secara sengaja untuk meraup keuntungan pribadi.

 

Praktik jual beli LKS dianggap melanggar prinsip subsidi pendidikan. Buku pelajaran dan bahan ajar seperti LKS sudah disubsidi pemerintah melalui Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sehingga tidak boleh dijual kepada siswa. Guru atau kepala sekolah yang menjual LKS secara langsung di sekolah dianggap menyalahgunakan wewenang dan melanggar peraturan.

 

Dampak kepada Orang Tua dan Siswa

Seorang orang tua siswa di Pemalang mengungkapkan, “Setiap tahun ajaran baru, kami diminta membeli LKS dengan alasan mendukung proses belajar-mengajar. Padahal, itu seharusnya disediakan gratis oleh sekolah.”

 

Praktik ini dinilai merugikan karena siswa sering kali diwajibkan membeli LKS meskipun tugas-tugas di dalamnya dapat digantikan dengan metode pengajaran lainnya yang lebih fleksibel dan hemat biaya.

 

Kemendikbudristek Tegaskan Larangan

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) secara tegas melarang praktik jual beli LKS di sekolah. Larangan ini diatur dalam berbagai regulasi, termasuk Permendikbud Nomor 75 Tahun 2020 yang menegaskan bahwa sekolah tidak boleh menjadi tempat transaksi komersial yang membebani siswa dan orang tua.

 

Dengan adanya aturan ini, pihak sekolah dan penerbit diharapkan mematuhi regulasi yang berlaku untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih jujur, transparan, dan berfokus pada peningkatan kualitas pembelajaran.

 

Masyarakat diimbau untuk melaporkan praktik jual beli LKS di sekolah kepada dinas pendidikan setempat agar dapat ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum. “Komitmen bersama antara orang tua, guru, dan pemerintah menjadi kunci untuk menghapus praktik-praktik yang menyimpang ini,” kata salah seorang pengamat pendidikan.

 

Dengan tegaknya aturan, diharapkan dunia pendidikan di Indonesia semakin bersih dari praktik komersialisasi dan fokus pada pembentukan generasi muda yang berdaya saing tinggi.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *