Kenaikan harga kedelai impor yang melambung tinggi dalam beberapa bulan terakhir membuat para perajin tahu di Kota Semarang, Jawa Tengah, harus mencari cara untuk bertahan. Salah satu strategi yang diterapkan oleh sebagian besar pengusaha tahu adalah mengurangi ukuran produk. Meski bukan solusi ideal, langkah ini dianggap sebagai cara yang paling efektif untuk menekan biaya produksi sambil tetap menjaga kelangsungan usaha.
Kenaikan Harga Kedelai Impor yang Signifikan
Harga kedelai impor yang sebelumnya stabil, kini melonjak drastis. Sebelumnya, harga kedelai impor berada di angka Rp8.500 per kilogram, namun kini telah menembus angka Rp9.700 per kilogram. Kondisi ini mulai dirasakan pasca-Lebaran dan memberi dampak langsung pada biaya produksi tahu yang semakin tinggi.
Joko Wiyatno, pemilik usaha Tahu ECO di Semarang, menjelaskan bahwa harga kedelai impor yang terus naik telah memaksa mereka untuk melakukan penyesuaian agar tidak merugi. “Kami membutuhkan satu ton kedelai setiap hari untuk produksi. Dengan harga kedelai yang semakin tinggi, kami terpaksa mengecilkan ukuran tahu untuk menjaga harga tetap terjangkau bagi konsumen,” kata Joko saat ditemui di rumah produksinya, Jumat (18/4/2025).
Upaya Menyiasati Lonjakan Harga
Mengurangi ukuran tahu adalah langkah yang diambil oleh para perajin tahu sebagai solusi sementara untuk mengurangi dampak dari kenaikan harga kedelai. Dengan mengecilkan ukuran tahu, para perajin berharap biaya produksi tetap terkendali meskipun harga bahan baku semakin mahal.
Namun, langkah ini tidak serta merta menghilangkan kekhawatiran. Banyak perajin tahu yang merasa khawatir bahwa langkah ini bisa memengaruhi kualitas produk dan daya beli konsumen. “Kami masih berusaha mencari cara agar bisa tetap memproduksi tahu dengan harga yang tidak terlalu tinggi, tapi tentu saja, dengan ukuran yang lebih kecil, kami khawatir konsumen akan merasa kurang puas,” tambah Joko.
Kedelai Lokal Belum Menjadi Solusi
Walaupun harga kedelai impor terus melambung, beralih ke kedelai lokal bukanlah solusi yang mudah bagi para perajin tahu. Joko menjelaskan bahwa kedelai lokal, meskipun lebih murah, belum bisa menandingi kedelai impor dalam hal kualitas. Kedelai lokal cenderung memiliki tekstur dan rasa yang berbeda, yang dapat memengaruhi kualitas tahu yang dihasilkan.
“Kedelai lokal memang lebih murah, tapi kualitasnya belum setara dengan kedelai impor, terutama dalam pembuatan tahu. Tahu yang terbuat dari kedelai lokal cenderung lebih kasar dan tidak memiliki kelembutan yang diinginkan konsumen,” jelas Joko.
Selain itu, pasokan kedelai lokal juga terbatas. “Kami kesulitan mendapatkan kedelai lokal dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi sehari-hari. Bahkan untuk menyimpan stok cadangan saja sangat sulit,” tambahnya.
Tantangan dari Faktor Eksternal
Kenaikan harga kedelai juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS dan ketegangan dalam perdagangan internasional. Harga kedelai yang fluktuatif ini menambah beban bagi para perajin tahu yang sudah menghadapi berbagai tantangan lainnya, seperti biaya produksi dan distribusi yang terus meningkat.
Joko berharap agar pemerintah dapat segera mengatasi permasalahan ini dengan memberikan dukungan untuk pengembangan kedelai lokal yang lebih berkualitas. “Kami ingin beralih ke kedelai lokal, tapi kualitasnya harus bisa bersaing dengan kedelai impor. Kami juga berharap pemerintah bisa mengontrol harga kedelai agar tidak semakin melambung,” harapnya.
Harapan untuk Solusi Jangka Panjang
Para perajin tahu berharap pemerintah dapat memberikan solusi jangka panjang untuk masalah kenaikan harga kedelai, baik itu melalui kebijakan pengendalian harga ataupun pengembangan kedelai lokal. Jika kedelai lokal bisa diproduksi dengan kualitas yang lebih baik dan pasokan yang stabil, banyak perajin tahu yang siap untuk beralih, mengurangi ketergantungan pada kedelai impor.
“Kami berharap ada kebijakan yang bisa mengurangi ketergantungan kami pada kedelai impor, agar usaha tahu bisa terus berkembang tanpa terkendala oleh fluktuasi harga bahan baku yang tidak menentu,” tutup Joko.
Kesimpulan
Kenaikan harga kedelai impor yang terus melonjak memaksa para perajin tahu di Semarang untuk mencari solusi yang efektif, salah satunya dengan mengecilkan ukuran tahu. Meskipun hal ini membantu menekan biaya produksi, perajin tahu masih menghadapi tantangan besar dalam menghadapi fluktuasi harga yang tidak menentu. Untuk mengatasi masalah ini, dukungan dari pemerintah dalam meningkatkan kualitas kedelai lokal dan mengendalikan harga kedelai impor sangat diperlukan agar industri tahu dapat bertahan dan berkembang dengan lebih stabil.
Komentar