Sejumlah kepala desa di Kabupaten Purworejo menyampaikan penolakan tegas terhadap kebijakan pemerintah pusat yang mengatur pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Mereka menilai kebijakan ini cenderung dipaksakan dan dapat mengganggu jalannya berbagai program desa yang sudah berjalan dengan baik.
Jika Presiden Prabowo Subianto tetap bersikukuh menerapkan kebijakan tersebut, para kepala desa mengancam akan turun ke jalan untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka.
Lobi Kepala Desa untuk Membatalkan Kebijakan
Dwinanto, salah satu kepala desa di Purworejo, mengungkapkan bahwa para kepala desa di Indonesia saat ini sedang berusaha keras melakukan lobi kepada pemerintah pusat agar kebijakan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih dapat dibatalkan.
“Kami sedang berusaha semaksimal mungkin untuk menyampaikan aspirasi dan keberatan kami. Kalau tetap dipaksakan, kami tidak menutup kemungkinan akan melakukan aksi turun ke jalan,” ujar Dwinanto saat diwawancarai pada Kamis (6/3/2025).
Menurut Dwinanto, kebijakan ini sangat merugikan bagi desa-desa yang sudah memiliki program dan perencanaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Ia menyayangkan jika desa dipaksa untuk mengikuti satu program yang tidak sesuai dengan potensi lokal dan kondisi yang ada di masing-masing desa.
Pemotongan Dana Desa untuk Program MBG
Salah satu kekhawatiran utama yang disampaikan oleh Dwinanto adalah kebijakan yang cenderung mengalihkan fokus anggaran desa untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Para kepala desa menganggap bahwa hampir semua anggaran dan program desa kini dialihkan untuk mendukung MBG, yang berisiko mengurangi dana untuk program-program lain yang lebih mendesak.
“Kami sangat prihatin, seolah-olah seluruh anggaran desa sekarang terfokus hanya pada program makan bergizi gratis. Ini akan berimbas pada program-program pembangunan lain, termasuk infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi desa,” tambah Dwinanto. Menurutnya, kebijakan ini bisa mengancam keberlanjutan program-program desa yang telah direncanakan dengan seksama dan sudah berjalan dengan baik selama ini.
Tantangan Bagi Kewenangan Desa
Dwinanto juga menekankan bahwa setiap desa seharusnya memiliki kewenangan penuh untuk merancang dan melaksanakan program-program yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka. Kebijakan Koperasi Desa Merah Putih, menurutnya, berpotensi merampas kewenangan desa dalam menentukan prioritas pembangunan.
“Desa itu memiliki kewenangan untuk menentukan program-program yang sesuai dengan visi dan misi mereka. Ketika pemerintah pusat memaksakan satu program, seperti pembentukan koperasi ini, tanpa memperhitungkan kondisi lokal, kami merasa kewenangan kami sebagai kepala desa terampas,” tegas Dwinanto.
Ia pun mempertanyakan bagaimana nasib program-program yang sudah berjalan seperti pembangunan infrastruktur desa dan pengembangan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Kebijakan Koperasi Desa Merah Putih: Proyek Ekonomi Desa
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (3/3/2025). Dalam rapat tersebut, dibahas kebijakan strategis yang bertujuan untuk memperkuat pemberdayaan ekonomi desa melalui pembentukan Koperasi Desa Merah Putih.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menjelaskan bahwa koperasi ini akan menjadi pusat kegiatan ekonomi desa, termasuk sebagai tempat penyimpanan dan penyaluran hasil pertanian masyarakat.
“Kebijakan ini dirancang untuk membentuk Koperasi Desa Merah Putih yang akan diterapkan di sekitar 70.000 hingga 80.000 desa di seluruh Indonesia. Koperasi ini akan berfungsi sebagai pusat ekonomi desa dan memberikan kemudahan bagi para petani dalam menyimpan dan mendistribusikan hasil pertanian mereka,” ujar Zulkifli Hasan dalam keterangan resminya.
Namun, meski dilatarbelakangi oleh niat untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi desa, kebijakan ini mendapatkan tentangan keras dari sejumlah kepala desa. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini tidak mempertimbangkan kondisi desa yang beragam dan mengabaikan berbagai program lokal yang sudah berjalan dengan baik.
Kebijakan yang Perlu Dievaluasi
Kebijakan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, meskipun memiliki tujuan mulia untuk memperkuat perekonomian desa, tampaknya harus dievaluasi kembali. Kritik dari kepala desa menunjukkan adanya ketidakselarasan antara kebijakan yang diterapkan dengan kebutuhan nyata di lapangan.
Jika pemerintah pusat ingin memperkuat ekonomi desa, maka sangat penting untuk mendengarkan suara para kepala desa dan mempertimbangkan keberagaman potensi dan kondisi masing-masing desa.
Para kepala desa di Purworejo dan sejumlah daerah lainnya berjanji untuk terus memperjuangkan kebijakan yang lebih berpihak pada kepentingan desa dan memperjuangkan hak desa untuk menentukan program yang sesuai dengan kebutuhan dan prioritas mereka. Jika kebijakan ini tetap diterapkan tanpa adanya ruang untuk dialog, aksi protes bisa menjadi jalan terakhir untuk menuntut perubahan.
Dengan adanya penolakan dari kepala desa dan kemungkinan aksi protes jika kebijakan tersebut dipaksakan, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali implementasi kebijakan Koperasi Desa Merah Putih. Pendekatan yang lebih inklusif, dengan mendengarkan aspirasi dari tingkat desa, akan lebih efektif dalam mewujudkan pemberdayaan ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Dialog dan kompromi antara pemerintah pusat dan pemerintah desa menjadi kunci untuk menciptakan kebijakan yang lebih berpihak pada kepentingan rakyat.
Komentar